Dalam
hening disepertiga malam, ada senyum dan ada tangis yang menghiasi
renunganku. Waktu yang paling tepat untuk aku merasakan nikmat Allah
yang begitu besar dalam perjalanan hidup yang pernah kurasakan berat dan
pernah menghadirkan kesan bahwa Allah tak adil. Tapi setelah 8 tahun
berlalu, baru kusadari bahwa aku salah dalam mengartikan pesan yang
Allah sampaikan.
Delapan
tahun yang lalu ketika aku duduk di kelas 3 SMA, putus asa sempat
kurasa. Aku yang mempunyai cita-cita untuk masuk diperguruan tinggi
Negeri dan mengambil jurusan MIPA Kimia harus menguburkan keinginan itu
dalam-dalam. Alasan biaya yang membuat aku menghentikan langkahku.
''Ratih,
ini ada formulir PBUD dari Universitas Mulawarman untuk siswa yang
masuk 10 besar selama sekolah disini'' ucap guru BK dengan wajah
antusias.
''Iya bu, Insya Allah'' jawabku singkat dengan penuh keraguan.
Aku
ragu karena ketidakmampuan orang tuaku untuk membiayai kuliahku. Hingga
keesokan harinya dengan memberanikan diri dan menahan tangis aku
menghadap guru BK diruangannya untuk mengurungkan niatku. Berbagai cara
dan nasihat diberikan kepadaku agar aku mau mengisi formulir ini.
Meskipun yakin aku bisa masuk di Universitas itu tanpa tes,tapi aku tak
yakin bahwa aku dapat membayar kuliah nantinya. Dengan berat hati aku
tetap pada pendirianku untuk tidak mengikuti PBUD. Meski dapat kubaca
gurat kekecewaan yang terlihat dari wajah guruku, tapi aku tidak boleh
egois. Bagaimana mungkin aku dapat tenang belajar jika bayangan
orang-orang rumah yang kekurangan selalu menghantuiku.
Satu
tahun kulewati hariku hanya di dalam rumah, tanpa ada hal yang berarti.
Dan untuk mendapatkan penghasilan aku menjadi tukang ojek tetanggaku
yang duduk di TK. Yang paling membuatku sedih adalah ketika musim libur
kuliah, dikala berkumpul bersama teman-temanku, mereka dengan
semangatnya menceritakan pengalaman kuliah, sedang aku hanya duduk diam
mendengarkan cerita mereka.
Tapi
aku tak pernah berhenti berdoa, untuk kebaikan perjalanan hidupku.
Meski aku sudah tidak berani bermimpi untuk menjadi sesuatu, tetapi aku
masih berharap yang terbaik untuk hidupku. Dalam setiap doa, aku hanya
meminta untuk menjadi orang yang bermanfaat untuk orang lain. Untuk
keinginan menuntut ilmu aku terus berdoa agar Allah memberiku jalan
untuk dapat kuliah dengan biaya sendiri.
Aku
yang tak lagi memiliki cita-cita, menjadi orang yang tak tahu arah,
yang hanya mengandalkan amarah dalam setiap masalah. Menjadi orang egois
dalam rumah sendiri, menjadi pemberontak dalam aturan yang dibuat orang
tua. Tapi aku tidak pernah berfikir untuk melakukan hal-hal negatif
dalam keadaanku yang putus asa. Setiap apa yang kulakukan selama tidak
melenceng dari aturan agama akan aku jalani meskipun mendapat rintangan
dari orang tua.
Hingga
suatu saat, kakak ipar membawakanku sebuah formulir untuk mengikuti
kuliah di Universitas Terbuka. Ketika ku lihat jurusan yang tertera
disitu, spontan aku berkata
''Saya tidak mau kuliah disitu, karena saya tidak mau jadi guru''.
Tetapi
dengan penuh keyakinan, tidak hanya orang tua dan kakak iparku, tetapi
keluarga besarku memberi penjelesanan panjang lebar, akhirnya aku mau
mengikuti. Aku hanya tidak mau menambah sakit hati orang tuaku dan
mengecewakan keluarga besarku. Ketika itu pula aku mendapat tawaran
untuk bekerja menjadi penjaga perpustakaan.
Kuliah
kujalani dengan sungguh-sungguh, pekerjaanpun kujalani dengan penuh
tanggung jawab. Meskipun keduanya adalah hal yang tidak ku suka, dan
hanya kujalani sebagai bentuk tanggung jawabku kepada orang tua.
Selepas
menyelesaikan D2 PGSD, aku mendapatkan tempat mengajar. Dan tepat
ketika itu pula ada tes masuk di Universitas yang dulu menjadi impianku.
Inilah saatnya aku beraksi, mengikuti tes dan dengan penuh harap untuk
dapat masuk, jika masuk disini, aku tidak perlu memikirkan biaya kuliah,
karena semua biaya ditanggung oleh pemerintah.
Sebulan
setelah tes, ternyata namaku tidak ada pada jurusan PGSD. Aku pasrah
atas keadaan ini, berarti Allah tidak menghendaki aku untuk dapat
mengikuti program ini. Aku mulai mencari universitas lain, meskipun
swasta, yang terpenting aku harus jadi sarjana dengan biaya kuliah
sendiri. Tetapi saat awal kuliah kepala dinas menghubungiku bahwa aku
masuk di jurusan Pendidikan Biologi. Sesuatu yang tidak aku suka, dan
aku hindari, awalnya aku berniat untuk mundur, tetapi keluarga
melarangku. Kujalani hari-hariku dengan penuh semangat meskipun tidak
kusuka. Karena aku yakin ada rahasia Allah dibalik semua ini.
Sampai
pada tahap pembuatan skripsi, dengan serius aku mengerjakannya.
Alhamdulillah ketika seminar 1 aku mendapatkan nilai tertinggi di kelas.
Sampai pada tahap ujian skripsi, aku dan 5 orang temanku menghadapi
dosen dengan penuh percaya diri. Saat itu dari 3 jurusan hanya 6 orang
yang bisa mengikuti ujian skripsi. Jurusan PGSD tersendat karena ada
masalah di program studi. Jurusan Penjas masih pada tahap penyusunan
proposal. Aku melangkah pasti dan dengan lancar menjawab semua
pertanyaan-pertanyaan dosen. Ketua program studi menyatakan aku lulus
dan berhak menyandang gelar S.Pd dibelakang namaku.
Butiran
bening menitik di sela kedua mataku. Meskipun alirannya tak deras tapi
cukup menggunjang tubuhku. Ku peluk teman-teman seperjuanganku, ku cium
semua tangan dosen dan aku melangkah pasti dengan keberhasilanku. Dengan
impian yang sempat kukubur 7 tahun yang lalu bersama ketidak mampuanku.
Ku bawa kedua orang tuaku untuk menghadiri prosesi wisuda.
Dan
1 bulan setelah wisuda, ada pengumuman bahwa guru THL (Tenaga Harian
Lepas) yang tidak memiliki ijazah S1, maka tidak dapat melanjutkan
kontrak. Allahu Akbar, betapa indah rahasia Allah. Allah
memberikan apa yang tidak aku suka tetapi aku jalani dengan
sungguh-sungguh, hingga Allah memberikan hadiah indah untukku. Ternyata
tidak ada salahnya mengikuti kehendak orang tua meskipun bertolak
belakang dari keinginan kita. Sehebat apapun aku, sekuat apapun
keinginanku dan sebesar apapun kemampuanku, tanpa ridho orang tua,
mungkin hidupku tak akan setenang saat ini.
Kini
aku mengikuti program pascasarjana jurusan Manajemen Pendidikan, yang
sebenarnya juga belum aku inginkan karena aku masih harus membiayai
adikku yang kuliah. Tetapi ini jalan yang diberikan oleh Allah. Aku
harus menjalaninya karena Allah bersamaku. Janji Allah akan aku dapatkan
karena semua akan indah pada waktunya jika kita menjalani sesuatu
dengan bersungguh-sungguh, meskipun apa yang kita dapat tidak sesuai
dengan doa yang kita panjatkan. Yang terpenting adalah istikharah setiap
hari, saat ada pilihan ataupun tidak ada pilihan, dan mintalah yang
terbaik untuk kehidupan. Hal ini aku sadari setelah aku menemukan pada
surah Al-Baqarah ayat 216 yang artinya:
”Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Keluarga
dan tetangga yang dulu menyepelekan aku. Aku yang hanya anak seorang
penjaga malam disebuah perusahaan dan ibunya tidak bekerja. Yang mereka
fikir tidak akan menjadi apa-apa karena kemiskinan, kini telah menjadi
seseorang yang juga mempunyai profesi dan penghasilan. Perjalanan hidup
membuatku menjadi manusia yang berusaha untuk kuat menghadapi terpaan
hidup dan menjadi pejuang tangguh untuk diriku sendiri dan keluarga.
Fitnah dan kucilan yang pernah aku alami membuat aku untuk berusaha
merubah diri menjadi manusia yang terbaik, dan menjadi manusia yang
berusaha agar bermanfaat untuk orang lain. Semoga mimpi-mimpi lain dapat
ku raih bersama Ridho Allah.. Aamiin..
Ditulis oleh Ateh Mustika ( Minggu, 22 Juli 2012 00:00 )
Sumber : OSD
Ditulis oleh Ateh Mustika ( Minggu, 22 Juli 2012 00:00 )
Sumber : OSD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar